Lihat Dulu Tetanggamu

 

 

“Berlindunglah kepada Allah dari tetangga jahat yang menetap, sebab tetangga yang nomaden (badui) akan menjauh darimu.” (HR. Nasai)

Oleh : Ridwan

Selaku kota industri, Karawang selayaknya tidak lagi sekedar memfungsikan dirinya selaku tiang penyangga ibu kota, banyak hal yang dimiliki oleh kota karawang, destinasi kota karawang selaku lumbung padi nasional hari ini suadah tergantikan dengan daerah vital nasional dengan ratusan pabrik berdiri tegak di sini. Efek logis dari itu  bisa ditebak, arus urbanisasi menjadi suatu kepastian, bukan hanya orang kampung saja yang datang kesini, sudah menjadi rahasia umum bagi sebagai warga yang bermukim di pinggiran Karawang mengetahui bahwa  daya serap lapangan kerja yang mengiurkan di kota ini mendorong warga negara asing turut  mencari mata pencahariannya disini, dari mulai tenaga kerja kasar sampai pada level tertinggi.  Dampak secara ekonomis memang bisa kita lihat dan rasakan secara langsung, gedung pencakar langit kian menjamur menghiasi kota “Lumbung Pabrik” ini, dari mulai hotel, apartemen, tempat karaoke sampai dengan mall, dan secara otomotis tempat-tempat hiburan dari mulai yang halal sampai dengan yang remang-remang bukan lagi menjadi hal yang tabu bagi sebagian oknum yang hendak rehat dari kepenatan bekerja mencari kenikmatan sesaat.

Dalam setiap moment kebaikan, akan selalu ada penumpang gelap yang turut serta memancing  meski di air keruh sekalipun, munculnya berbagai jenis penyimpangan social di sekitar masyarakat  tentunya tidaklah boleh kita sepelekan mengingat dampak dari sebuah kemaksiatan boleh jadi bukan hanya akan ditimpakan kepada para pelakunya saja, namun juga siapa saja yang ada di sekitar daerah tersebut akan terkena kesialan akibat dari dosa para penistanya. Firman Allah Ta’ala:

“Dan jagalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya” (QS. Al-Anfal : 25).

Saat ini hiruk pikuk dunia perkotaan kian menggeliat di wilayah Karawang, bagi orang yang memiliki keuangan yang sehat, berinvestasi di kota ini hanya tinggal menunjukan tangan, demikian pula urusan memilih tempat tinggal, setidaknya bagi anda yang sedang mencari-cari rumah hunian ada baiknya berpikir secara menyeluruh, yang kami maksud di sini ialah jangan sekedar melihat sejauhmana daerah hunian tersebut memiliki nilai investasi yang menggiurkan di masa kedepannya, namun juga ada point penting yang harus juga kita pertimbangkan yakni kawasan atau area yang kita pilih tersebut mesti memiliki nilai lebih dalam hal peningkatan keimanan serta keislaman kita dan keluarga, bukan malah kian  menggerus akhlak dan adab selaku hamba Allah Ta’ala di muka bumi.

Selaku seorang muslim yang taat, memilih hunian tidak sekedar berpikir seberapa mudah rumah hunian tersebut gampang mengakses jalan tol luar kota, atau seberapa komplit sarana hiburan di dalamnya, namun juga harus kita pertimbangkan sejauhmana kemudahan itu bisa mengakses ke mesjid, demikian pula majlis-majlis kajian ilmu yang dengannya insyaAlloh kian menguatkan keimanan serta keislaman kita, setidaknya pola pikir seperti inilah yang menjadi maindset orang-orang Islam terdahulu, sehingga muncul ungkapan “Al-Jaar qobla ad-Daar” yang artinya, “Selektif dalam memilih Tetangga/lingkungan Sebelum Membeli Rumah.” Lebih dari itu, Rasulullah –shalallahu ‘alaihi wa sallam- juga sangat menekankan akan pentingnya memilih tetangga sholeh dan menjauhi tetangga yang buruk.

Pentingnya selektif dalam memilih rumah hunian yang baik menunjukkan bahwa masalah tetangga bukanlah perkara remeh, bahkan sangat menentukan, tidak saja kenyamanan hidup, tetapi juga keselamatan agama dan akhirat. Oleh karena itu, Imam Ghazali dalam Kitab Bidayatul Hidayah menyatakan bahwa seeorang akan dapat istiqomah dalam kesholehannya, apabila selektif dalam memilih tetangga (teman). Lebih dari itu pun dijelaskan bagaimana tetangga yang sholeh itu. Pertama, tetangga yang terdidik, memiliki gaya hidup, perilaku dan wawasan yang baik. Imam Ghazali berkata dalam konteks ini, “Musuh yang pintar jauh lebih baik, daripada teman yang bodoh.”

Kedua, Imam Ghazali menegaskan, jangan bertetangga dengan keluarga yang fasiq, yang suka berbuat dosa besar tanpa henti. Karena berteman dan bertetangga dengan lingkungan seperti itu akan membuat semangat berbuat amal kebaikan menurun dan perlawanan terhadap perilaku maksiat akan mengendur. Hal tersebut seperti ditegaskan di dalam Al-Qur’an,  “Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (QS. Al-Kahfi: 28).

Ketiga, jangan bertetangga dengan keluarga yang materialistik dan konsumtif. Islam menganjurkan untuk bekerja keras dan tidak ada larangan menjadi kaya. Tetapi Islam melarang gaya hidup yang hedonis, yaitu hidup bermegah-megahan, boros dan memuja harta benda. Lingkungan hedonis sangat mudah menular dan terus menjalar. Setidaknya dengan memiliki tetangga yang sholeh, lingkungan akan lebih baik, karena hanya pribadi-pribadi yang sholeh akan mampu menjalankan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala  dengan baik.

Selanjutnya,  Terkait pentingnya selektif dalam memilih lingkungan yang baik, mari kita kaji kutipan hadits berikut ini,

Adalah hadits diterima oleh Ummul Mukminin, Ummi Abdillah yakni ‘Aisyah –semoga Allah Ta’ala meridhoinya-, ia berkata bahwa Rasulullah –shalallahu ‘alaihi wa sallam- telah bersabda: “Ada sepasukan tentara yang hendak memerangi Ka’bah. Ketika mereka berada di suatu padang pasir dari tanah lapang, lalu dibenamkanlah orang pertama sampai yang terakhir dari mereka semuanya.” ‘Aisyah berkata, “ Saya bertanya, “Wahai Rasulullah! Bagaimanakah semuanya dibenamkan dari yang pertama sampai yang terakhir, sedang diantara mereka ada pedagang di pasar dan ada pula orang yang tidak termasuk golongan mereka?” Rasulullah –shalallahu ‘alaihi wa sallam-  menjawab, “Semuanya dibenamkan dari yang pertama sampai yang terakhir, kemudian nantinya mereka akan dibangkitkan dari masing-masing kuburnya sesuai niatnya masing-masing.” (Muttafaq ‘alaih).

Di dalam hadits ini terdapat peringatan untuk tidak berteman dan duduk-duduk bersama dengan orang-orang yang zalim dan para pelaku kemaksiatan dengan lingkungan buruk yang mengitarinya, sebab jika azab akan menimpa suatu kaum, maka azab tersebut akan mengenai semua orang yang berada di dalamnya, tidak pandang bulu memilah mana yang sholeh atau yang tholeh, tidak juga mana yang taat atau pelaku maksiat, semuanya akan terkena imbas dari oknum pelaku maksiat yang mencederai kemuliaan sebuah lingkungan, untuk kemudian mereka akan dibangkitkan sesuai niat dan amal mereka.

WaAllahu a’lam bisshowab.